Sabtu, 05 Maret 2011

Menanti Keputusan Bijak dari Pemerintah

JAKARTA - Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menutup ratusan minimarket harus ditanggapi dengan bijaksana, adil, dan jangan dilihat dari satu sisi saja.

Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan, perlu ada dialog yang saling menguntungan kedua pihak untuk menemukan jalan keluar yang diharapkan bersama.

"Pemprov DKI harus bijak melihat dengan tumbuhnya minimarket di lingkungan. Tidak semua minimarket ini merugikan. Bahkan bisa dipastikan kalau adanya minimarket membantu perekonomian setempat dan juga membantu pemerintah dalam pendistribusian barang ke masyarakat," kata Tutum kepada okezone, baru-baru ini.

Dalam masalah perizinan yang keluar setelah Instruksi Gubernur (Ingub) DKI Nomor 115 Tahun 2006 tentang Penundaan Perizinan Minimarket di DKI, Tutum tidak mau berkomentar panjang. "Saya kembalikan semua ke Pemerintah DKI. Seandainya izin dilarang setelah Ingub tersebut, kenapa ada izin yang keluar?"

Dia juga percaya, minimarket yang ada dibawah binaan memiliki izin. "Mana ada usaha sekelas minimarket pengurusan izinnya ilegal? Pedagang kaki lima (PKL) tidak berani, apalagi usaha seperti ini, karena pasti sangat berisiko," katanya.

Sejumlah pengelola minimarket yang ditemui okezone enggan berkomentar banyak terkait rencana penutupan tersebut. Corporate Affair Investor Relations Circle K Indonesia Gunawan Indrobaskoro mengatakan, saat ini pihaknya belum bisa berkomentar.

Dia hanya mengatakan, niat Pemprov DKI yang akan menutup ratusan minimarket itu hendaknya jangan terburu-buru, tetapi harus melihat dari berbagai sisi. "Saya menyerahkan semuanya ke asosiasi (Aprindo). Kami berharap pemerintah bisa lebih arif dalam mengambil keputusan," pinta Gunawan.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto pun angkat bicara menanggapi peningkatan jumlah minimarket bodong di Ibu Kota. Data terakhir jumlahnya sudah mencapai sekira 1.000 unit. “Memang cukup banyak minimarket yang bodong. Untuk sementara seribuan, dan masih diklarifikasi,” tutur Prijanto di Balaikota, Senin 28 Februari 2011.

Prijanto menandaskan akan segera menindak tegas para pengelola minimarket bodong. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan melakukan penutupan usaha. "Kalau minimarket itu jelas-jelas menyalahi Perda, kami sepakat untuk ditutup. Sekarang kami sedang memikirkan dari data tersebut untuk merumuskan sanksi, jika minimarket itu berdiri sah dan memiliki kelengkapan surat-surat izin, padahal sejak 2006 sudah ada instruksi gubernur untuk tidak diterbitkan,” urainya.

Bertambahnya jumlah minimarket di Jakarta memicu kecurigaan. Sebab, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Provinsi DKI Jakarta mengaku sejak 2006 sudah tidak pernah mengeluarkan izin pendirian minimarket.

Menurut Prijanto, bentuk pelanggaran minimarket bodong ini harus ditindak tegas, meskipun DKI harus kehilangan investasi yang cukup besar. "Orang melanggar perlu dihukum tidak? Ya sudah, orang mereka melanggar kok. Kalau tidak ya rusaklah negara ini. Nanti dilihat dulu, ternyata umpama dia tidak melanggar perda, di kiri-kanan juga tidak ada pasar dan tidak ada warung yang dimatikan, dan diperlukan masyarakat. Nah ini kebutuhan masyarakat kan? Jadi lihat kasusnya,” bebernya.

Saat ini pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan pendataan ulang perizinan dan syarat pendirian minimarket. Sebenarnya, tata peraturan pendirian usaha minimarket sudah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta, yaitu pasar modem dengan luas hingga 200 m2, minimal berjarak 500 m dari pasar tradisional. Pasar modern dengan luas minimal 200-1.000 m2, minimal berjarak 1 km. Sedangkan supermarket sekurangnya barjarak 2,5 km.

Sumber : Okezone.com

Tidak ada komentar: