Minggu, 06 Maret 2011

Waspadai Obesitas, Minder Akibatnya!

USIANYA sih baru 5 tahun, tapi berat badan Ruby sudah 35 kg. Karena gendut, Ruby tidak memiliki keseimbangan tubuh yang baik, sehingga dia mudah terjatuh saat berlari. Teman-temannya jadi enggan bermain dengannya.

Bahkan Ruby mendapat panggilan khusus yaitu "si gendut". Walhasil Ruby jadi anak yang pendiam dan tidak pedean. Sebelum menjadi depresi, yuk Moms, atasi si kecil yang minder karena obesitas!

Penyebab Obesitas Pada Anak

Obesitas pada anak terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dengan energi yang dikeluarkan. Asupan yang tinggi karena konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan energi yang dikeluarkan rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktivitas fisik dan efek termogenesis makanan.

Efek termogenesis makanan ditentukan oleh komposisi makanan. Lemak memberikan efek termogenesis lebih rendah dibandingkan dengan karbohidrat dan protein.

Selain kedua hal tersebut, faktor genetik diketahui mempunyai peranan kuat, bila kedua orangtua obesitas, maka berkisar 80 persen anak-anak mereka akan menjadi obesitas. Bila salah satu orangtua obesitas, 40 persen anaknya obesitas dan jika kedua orangtuanya tidak obesitas maka prevalensi anak obesitas akan turun menjadi 14 persen.

Dikatakan Obesitas Bila..

Seorang anak dikatakan obesitas atau belum, berdasarkan pengukuran antropometris. Berikut tiga metoda pengukuran dari dr Tan Lina, SPGK:

a. Mengukur berat badan (BB) dan hasilnya dibandingkan dengan BB ideal sesuai tinggi badan (TB) yaitu BB/TB. Obesitas pada anak bila BB/TB lebih besar dari 90 persentil (garis-garis di kurva pertumbuhan) atau 120 persen dibandingkan BB ideal.

Contoh: Mery (5 tahun) berat badan 40 kg, sementara berat idealnya adalah 18 kg

BB anak tersebut (kg) x 100%

BB ideal (kg)

40 x 100 % = 222,222 %
---
18

Ket : persentase beratnya = 222,222 % berarti anak termasuk obesitas karena lebih dari 120%

b. Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut WHO sebagai baku pengukuran obesitas pada usia anak di atas dua tahun dan remaja). IMT merupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan BB berdasarkan rumus BB dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2). Seorang anak dinyatakan obesitas bila IMT lebih dari 30 kg/m2 atau sama dengan persentil ke 95.

Contoh: bila berat badan anak 40 kg, dengan tinggi badan 98 cm (0,98 m)

BB (kg)
-------
(TB(m))2

40 = 41.649 kg/m2
-------
(0.98)2


Ket : IMT anak tersebut = 41.649 kg/m2, berarti anak termasuk obesitas karena lebih dari 30 kg/m2 (batas normal IMT = 18,5–22,9 kg/m²).

c. Pengukuran langsung lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit (TLK). Indikator adanya obesitas bila TLK triseps di atas persentil ke 85.

Obesitas Sebabkan Anak Depresi

Ditemui di tempat terpisah, Dewi Mustikawati, M.Si menegaskan jika obesitas pada anak tidak segera diatasi maka akan memberikan dampak psikologis bagi anak tersebut.

Pada diri anak akan terbentuk rasa tidak percaya diri atau minder karena ada label negatif dari temannya misalnya dipanggil "gendut" atau "bola bekel". Anak tersebut akan merasa dijauhkan dari pergaulan atau kelompok sosialnya sehingga ia merasa tidak mempunyai teman.

"Bila hal itu dibiarkan dapat menjurus ke depresi dan gangguan jiwa dalam fase pertumbuhan anak, remaja sampai dewasa," tegas Dewi.

Tapi tidak semua anak obesitas merasa minder lho. Ada juga anak-anak yang merasa nyaman meskipun obesitas. Biasanya hanya pada beberapa anak yang memiliki kelebihan lain atau kompensasi, misal berprestasi di bidang kesenian, olahraga atau akademis. Bisa juga anak tesebut memang mempunyai kemampuan sosialisasi yang bagus, ramah dan mudah bergaul dengan orang lain.

"Jadi lingkungan keluarga harus banyak berperan untuk membantu anak melihat sisi kelebihannya yang lain," imbuhnya.

Agar "si Obes" Lebih Percaya Diri

1. Orangtua harus lebih peka terhadap emosi, sikap dan perilaku anak yang obesitas. Amati perubahan sikap dan perilaku anak, misalnya tiba-tiba menjadi pendiam atau marah-marah tidak karuan.

2. Perlakukan anak sebagai teman sehingga dia nyaman bercerita ke orangtuanya. Jangan terlalu sering menyalahkan dan jangan membandingkan anak dengan anak yang lain.

3. Jangan melihat obesitas adalah satu-satunya yang menonjol dari anak tersebut. Dorong anak untuk melihat persepsi dirinya secara positif karena setiap anak mempunyai sesuatu yang unik dalam dirinya. Berikan penguatan, misalnya; "Meski gendut tapi rambut kakak bagus kok".

4. Coba eksplorasi sisi yang lain seperti gali minat, bakat, dan kemampuannya agar anak memiliki rasa percaya diri.

5. Dorong supaya anak lebih bersosialisasi dengan lingkungan yang lebih luas, tidak hanya di sekolah, misalnya di tempat kursus atau les.

6. Evaluasi pola makan anak, konsultasikan dengan dokter gizi. Bila perlu ubah pola makan anak menjadi yang lebih sehat. Misalnya, dengan menyediakan bekal makanan sehat saat di sekolah.

7. Ajak anak melakukan aktivitas fisik di luar rumah lebih banyak.

Atasi dengan Diet Seimbang dan Olahraga

Menurut dr Tan Lina, SpGK memang perlu mengatur pola makan yang benar tapi harus sesuai dengan usia anak. Mengingat anak masih tumbuh dan berkembang maka prinsip pengaturan diet pada anak obesitas adalah diet seimbang sesuai dengan Recommended Dietary Allowance (RDA) atau diet yang dianjurkan sesuai umur.

Pengaturan pola makan berprinsip pada diet seimbang dengan pengurangan kalori berkisar 200–500 kalori sehari dengan target penurunan 0,5 kg per minggu.

Dan dianjurkan meningkatkan makanan tinggi serat, hindari makanan camilan yang mengandung banyak gula dan banyak lemak seperti makanan cepat saji (junk foods dan fast foods), es krim, softdrink dan sejenisnya yang dapat meningkatkan asupan energi yang berlebihan.

Di samping itu, aktivitas sangat diperlukan untuk membantu mempercepat penurunan berat badan. Peningkatan aktivitas pada anak obesitas bisa menurunkan nafsu makan dan meningkatkan laju metabolisme. Aktivitas fisik ini awalnya disesuaikan dengan tingkat kebugaran anak dengan tujuan akhir 20–30 menit per hari di luar aktivitas fisik di sekolah.

Terapi khusus diperlukan bila obesitas disertai penyakit penyerta dan tidak memberikan respon pada terapi konvensional. Terapi khusus ini terdiri dari diet berkalori sangat rendah, farmakoterapi dan terapi bedah.

Sumber : okezone.com

Tidak ada komentar: