Sabtu, 05 Maret 2011

Bahasa Indonesia Naik Kelas Baru Sebatas Mimpi

JAKARTA - Banyak pihak optimistis ke depan Bahasa Indonesia bisa menjadi bahasa internasional. Namun tidak demikian dengan pengamat pendidikan, Darmaningtyas.

“Tidak mungkin itu, hanya mimpi saja,“ ungkapnya kepada okezone, beberapa waktu lalu. Menurutnya, kans Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sangat kecil, mengingat rakyat Indonesia sendiri tidak bangga dan mencintai bahasa nasionalnya. Salah satu yang terlihat jelas adalah penggunaan sistem bilingual di sekolah-sekolah.

“Nggak usah mimpilah menjadi bahasa internasional. Masyarakatnya saja lebih senang menggunakan bahasa asing dari pada bahasanya sendiri,” tegasnya.

Beberapa pengamat melihat potensi bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional bisa disebarluaskan melalui para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan pelajar yang tersebar di banyak negara.

Menanggapi hal itu, Darmaningtyas menegaskan bahwa untuk menjadi bahasa internasional, syarat yang harus dipenuhi pertama adalah bahasa tersebut digunakan oleh mayoritas penduduk dunia. Sehingga, lanjut dia, tidak sebanding jumlah TKI dan pelajar Indonesia yang tersebar di banyak negara dengan jumlah penduduk dunia yang berjumlah miliaran.

Pengamat pendidikan Arief Rachman menyatakan kecintaan terhadap Bahasa Indonesia bisa diwujudkan dengan berbagai cara. Namun, jangan sampai cara mewujudkan kecintaan itu lantas menjadikan kita anti terhadap bahasa asing.

Menurutnya, berbahasa asing dalam kehidupan sehari-hari bukanlah kesalahan. Pendapat itu disampaikan Arief dengan berdasarkan pada kajian sosiolinguistik yaitu kajian interdisipliner yang mempelajari pengaruh budaya terhadap cara suatu bahasa digunakan.

Dalam hal ini, bahasa berhubungan erat dengan masyarakat suatu wilayah sebagai subyek atau pelaku berbahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara kelompok yang satu dengan yang lain.

“Kita tidak boleh anti Bahasa Inggris karena pada akhirnya nanti Bahasa Indonesia akan bercampur dengan bahasa lain, seperti Bahasa China, Arab dan sebagainya. Ini berdasarkan dengan ilmu sosiolinguistik,” kata Arief.

Mencermati fenomena yang terjadi, banyak dari masyarakat menggunakan bahasa Indonesia dengan selipan bahasa asing. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun kerap menggunakan istilah maupun bahasa asing dalam pidato resminya.

Menanggapi hal ini, Arief tidak sepenuhnya menentang sikap masyarakat dan bahkan Presiden. Sebab, selipan bahasa asing bukanlah kesalahan. Selama hal itu dilakukan bukan untuk menunjukkan diri bahwa seseorang itu pintar atau menyombongkan diri.

“Tapi saya kira Presiden tidak seperti itu (sombong), saya tahu dia orang yang santun. Tapi sebaiknya jika ada padanan kata dalam bahasa Indonesia, sebaiknya gunakan saja Bahasa Indonesia,” tuturnya.

Bagi Arief, bahasa Indonesia saat ini tidak “memalukan” kok, bahkan malah membanggakan lantaran mengalami kemajuan yang luar biasa dibanding beberapa tahun lalu.

Indikator kemajuan ini, menurutnya bisa dilihat dari tiga hal. Yaitu kosa kata yang semakin bertambah dan kaya; kedua, hampir di seluruh pelosok bangsa ini berbahasa Indonesia; dan ketiga, banyak buku yang dicetak dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Sumber : okezone.com

Tidak ada komentar: